Membuka Catatan Sejarah: Detik-Detik Proklamasi, 17 Agustus 1945
Proklamasi Kemerdekaan, yang kita peringati setiap tanggal 17 Agustus, adalah sebuah peristiwa bersejarah bagi bangsa Indonesia. Proklamasi, telah mengubah perjalanan sejarah, membangkitkan rakyat dalam semangat kebebasan. Mereka dari segala bentuk penjajahan.
Bagaimanakah
sesungguhnya, peristiwa yang terjadi 61 tahun yang lalu itu. Mari kita buka
kembali catatan sejarah sekitar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Perdebatan Proklamasi, ternyata didahului oleh perdebatan hebat antara golongan
tua. Baik golongan tua
maupun
golongan muda, sesungguhnya sama-sama menginginkan secepatnya dilakukan
Proklamasi Kemerdekaan dalam suasana kekosongan kekuasaan dari tangan
pemerintah Jepang. Hanya saja, mengenal cara melaksanakan proklamasi itu
terdapat perbedaan pendapat. Golongan tua, sesuai dengan perhitungan
politiknya, berpendapat ahwa darah, jika tetap bekerja sama dengan Jepang.
Karena itu, untuk
memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan suatu revolusi yang terorganisir. Soekarno
dan Hatta, dua tokoh golongan tua, yang bermaksud membicarakan pelaksanaan
Proklamasi Kemerdekan dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Dengan cara itu, pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang
dari ketentuan pemerintah Jepang. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh
golongan pemuda. Mereka menganggap,
bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang. Sebaliknya, golongan pemuda
menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan itu, dengan kekuatan sendiri.
Lepas sama sekali dari campur tangan pemerintah Jepang.
Perbedaan pendapat
ini, mengakibatkan penekanan-penekanan golongan pemuda kepada golongan tua yang
mendorong mereka melakukan aksi penculikan terhadap aksi penculikan &
terhadap diri Soekarno-Hatta (lihat Marwaji Djoened Poesponegoro, ed.
1984:77-81).
Tanggal 15
Agustus 1945, kira-kira pukul 22.00, di jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta,
tempat kediaman Bung Karno , berlangsung perdebatan serius antara sekelompok
pemuda dengan Bung Karno mengenai Proklamasi Kemerdekaan sebagaimana dilukiskan
Lasmidjah Hardi (1984:58); Ahmad Soebarjo (1978;85-87) sebagai berikut:
“Sekarang Bung,
sekarang! Malam ini juga kita kobarkan revolusi!” kata Chaerul Saleh dengan
meyakinkan Bung Karno bahwa ribuan pasukan bersenjata sudah siap mengepung
kota dengan maksud mengusir tentara
Jepang. “Kita harus segera merebut kekuasaan!” tukas Sukarni berapi-api. “Kami
sudah siap mempertaruhkan jiwa kami!” seru mereka bersahutan. Wikana malah
berani mengancam Soekarno dengan pertanyaan; “Jika Bung Karno tidak
mengeluarkan pengumuman pada malam ini juga, akan berakibat terjadinya suatu
pertumpahan darah dan pembunuhan besar-besaran esok hari.”
Mendengar kata-kata
ancaman seperti itu, Soekarno naik darah dan berdiri menuju Wikana sambil
berkata “Ini batang leherku, seretlah saya ke pojok itu dan potonglah leherku malam
ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari!”. Hatta kemudian memperingatkan
Wikana; “… Jepang adalah masa silam. Kita sekarang harus menghadapi Belanda
yang akan berusaha untuk kembali menjadi tuan di Negara kita ini. Jika saudaraa
tidak setuju dengan apa yang telah saya katakana, dan mengira bahwa saudara telah
siap dan sanggup untuk memproklamasikan kemerdekaan, mengapa saudara ridak
memproklamasikan kemeerdekaan itu sendir? Mengapa meminta Soekarno untuk melakukan hal itu?”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar